My Digital Portofolio


 

Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA)

Membaca merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk dilakukan guna menambah ilmu wawasan dan menggali pengetahuan yang belum dimiliki. Salah satu hal penting dari membaca adalah setiap orang dapat berkesempatan untuk mengembangkan pola pikirnya, di mana bekal ini mampu membantu setiap orang untuk berpartisipasi menuangkan ide/gagasan yang dimiliki atau bahkan memberikan solusi yang mampu memecahkan suatu permasalahan. Budaya membaca ini sudah ada sejak zaman dulu, namun dengan perkembangan zaman di era ini masyarakat lebih mengenal budaya baca dengan sebutan Budaya Literasi. Keduanya adalah poin penting yang sama, dengan sebutan yang berbeda. Pada kondisi tertentu atau di negara maju budaya literasi dapat menjadi suatu kebiasaan rutin bahkan nutrisi yang tidak boleh terlewatkan bagi setiap individu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika budaya literasi berkembang mengikuti kebiasaan pada suatu tempat atau komunitas tertentu.

The Worlds Most Literate Nations (WMLN) telah merilis daftar panjang negara-negara dengan peringkat literasi di dunia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain menunjukkan hasil di mana negara Finlandia menempati peringkat pertama dengan tingkat literasi atau terpelajar di dunia. Sementara pada hasil penelitian, Indonesia menduduki peringkat ke-61, yang merupakan tingkat terendah kedua di dunia untuk minat budaya literasi. Hasil survei menunjukkan hanya 0,001% persentase dari minat masyarakat Indonesia terhadap membaca. Artinya bahwa pada setiap 100 orang, hanya ada 1 orang yang mempunyai minat baca. Masyarakat Indonesia rata-rata membaca 0 sampai 1 buku per tahunnya.

Hal ini perlu menjadi konsentrasi penting bagi pemerintah Indonesia agar menjadi salah satu penyokong meningkatnya minat baca bagi masyarakat di Indonesia. Menyadari bahwa membaca memiliki dampak yang luar biasa bagi perubahan hidup seseorang dan suatu bangsa. Membaca dapat menambah wawasan seseorang mengenai berbagai hal dan critical thinking seseorang terhadap suatu isu yang ada di sekitarnya. Banyak contoh penting ketika banyak orang yang tergiring hoaks atau berita bohong yang muncul di media. Hal ini dipengaruhi oleh cara mereka menerima berita yang hanya melihat dari headline tanpa perlu membaca kelanjutan beritanya atau suatu kondisi di mana tidak memiliki pendirian atas suatu hal yang dapat digunakan sebagai konsep dasar berpikir dan dapat menyulitkan seseorang untuk memilah perbedaan terhadap kondisi yang terjadi. Pendirian yang kita punya diperoleh dari ilmu yang kita dapat, banyak proses untuk mendapatkan ilmu salah satunya adalah membaca. Sehingga kita mempunyai “Isi” yang dimaksud di atas. Oleh karena itu pengembangan budaya literasi sangat diperlukan untuk menambah generasi yang berkualitas di nilai dari segi pendidikan.

Salah satu faktor minimnya minat baca atau budaya literasi adalah perkembangan teknologi yang dirasa semakin canggih. Penerapan budaya literasi dengan media cetak seperti buku, majalah dan lain sebagainya kini sudah mulai berkurang. Hal ini disebabkan banyak orang lebih memilih melakukan budaya literasi secara mudah, efisien, dan lebih murah salah satunya dengan media sosial. Salah satu contoh media cetak yang mulai hilang adalah cara masyarakat mengonsumsi berita, media cetak seperti koran yang memuat banyak berita sekarang mudah didapat melalui berita online yang muncul di beranda media sosial masyarakat. Sehingga pada akhirnya alternatif para perusahaan media cetak adalah dengan mengikuti perkembangan zaman dan beralih pada media berita online pada masing-masing web yang telah dibuat. Pemanfaatan media online ini dapat berakibat positif juga negatif, tergantung penggunaan masyarakatnya. Penyebaran yang sangat mudah dari media online ini juga berakibat buruk, jika berita yang dikonsumsi masyarakat adalah berita bohong dan ditambah mengandung ujaran kebencian. Dengan penyebaran berita yang seperti ini bukan cuman orang dewasa bahkan remaja dan anak-anak yang berselancar di sosial media akan membaca berita yang ada dan berakibat dalam menghambat perkembangan pola pikir dan menurunnya moralitas generasi muda.

Perkembangan teknologi ini membawa banyak peneliti menemukan temuan baru yang dianggap canggih. Salah satu penemuan yang sekarang sedang menjadi bahan perbincangan ialah AI “Artificial Intelligence” atau kecerdasan buatan. Kecerdasan Buatan (AI) adalah bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola. Salah satu hasil pemikiran pembuatan produk AI adalah ChatGPT, yang dapat difungsikan dalam berbagai macam keperluan. Beberapa pemanfaatan seperti menerjemahkan bahasa, membuat teks rapi, membantu programmer pekerjaan dalam menyelesaikan kode masalah, menjelaskan ulang sebuah konsep dengan bentuk sederhana, membuat darf atau bahkan outline artikel dan kemampuan lain yang mampu meringankan pekerjaan penggunanya. Bagi seorang pelajar, ChatGPT adalah solusi praktis dari pusingnya mereka terhadap tugas yang harus diselesaikan sebagai seorang pelajar. Penggunaan yang praktik, dengan satu kali penyebutan pertanyaan yang di ajukan ChatGPT mampu menjawab dengan responsif yang terhitung cepat. Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa ChatGPT masih belum terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo dan terancam terblokir. Teknologi ini semakin menjadi pendukung menurunnya literasi seseorang. Mereka terbantu dengan adanya jawaban instan tanpa perlu membaca beberapa sumber untuk mengetahui jawaban yang tepat tentang tugas yang dikerjakan. Jika seseorang masih mampu memenej penggunaan ChatGPT, maka masih mampu membudayakan literasi dengan tujuan tertentu. Namun akan menjadi permasalahan kompleks jika ChatGPT menjadi candu bagi penggunanya, sehingga di setiap permasalahan ChatGPT digunakan untuk menemukan jawaban yang ingin dicari.


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA)

Membaca merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk dilakukan guna menambah ilmu wawasan dan menggali pengetahuan yang belum dimiliki. Salah satu hal penting dari membaca adalah setiap orang dapat berkesempatan untuk mengembangkan pola pikirnya, di mana bekal ini mampu membantu setiap orang untuk berpartisipasi menuangkan ide/gagasan yang dimiliki atau bahkan memberikan solusi yang mampu memecahkan suatu permasalahan. Budaya membaca ini sudah ada sejak zaman dulu, namun dengan perkembangan zaman di era ini masyarakat lebih mengenal budaya baca dengan sebutan Budaya Literasi. Keduanya adalah poin penting yang sama, dengan sebutan yang berbeda. Pada kondisi tertentu atau di negara maju budaya literasi dapat menjadi suatu kebiasaan rutin bahkan nutrisi yang tidak boleh terlewatkan bagi setiap individu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika budaya literasi berkembang mengikuti kebiasaan pada suatu tempat atau komunitas tertentu.

The Worlds Most Literate Nations (WMLN) telah merilis daftar panjang negara-negara dengan peringkat literasi di dunia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, New Britain menunjukkan hasil di mana negara Finlandia menempati peringkat pertama dengan tingkat literasi atau terpelajar di dunia. Sementara pada hasil penelitian, Indonesia menduduki peringkat ke-61, yang merupakan tingkat terendah kedua di dunia untuk minat budaya literasi. Hasil survei menunjukkan hanya 0,001% persentase dari minat masyarakat Indonesia terhadap membaca. Artinya bahwa pada setiap 100 orang, hanya ada 1 orang yang mempunyai minat baca. Masyarakat Indonesia rata-rata membaca 0 sampai 1 buku per tahunnya.

Hal ini perlu menjadi konsentrasi penting bagi pemerintah Indonesia agar menjadi salah satu penyokong meningkatnya minat baca bagi masyarakat di Indonesia. Menyadari bahwa membaca memiliki dampak yang luar biasa bagi perubahan hidup seseorang dan suatu bangsa. Membaca dapat menambah wawasan seseorang mengenai berbagai hal dan critical thinking seseorang terhadap suatu isu yang ada di sekitarnya. Banyak contoh penting ketika banyak orang yang tergiring hoaks atau berita bohong yang muncul di media. Hal ini dipengaruhi oleh cara mereka menerima berita yang hanya melihat dari headline tanpa perlu membaca kelanjutan beritanya atau suatu kondisi di mana tidak memiliki pendirian atas suatu hal yang dapat digunakan sebagai konsep dasar berpikir dan dapat menyulitkan seseorang untuk memilah perbedaan terhadap kondisi yang terjadi. Pendirian yang kita punya diperoleh dari ilmu yang kita dapat, banyak proses untuk mendapatkan ilmu salah satunya adalah membaca. Sehingga kita mempunyai “Isi” yang dimaksud di atas. Oleh karena itu pengembangan budaya literasi sangat diperlukan untuk menambah generasi yang berkualitas di nilai dari segi pendidikan.

Salah satu faktor minimnya minat baca atau budaya literasi adalah perkembangan teknologi yang dirasa semakin canggih. Penerapan budaya literasi dengan media cetak seperti buku, majalah dan lain sebagainya kini sudah mulai berkurang. Hal ini disebabkan banyak orang lebih memilih melakukan budaya literasi secara mudah, efisien, dan lebih murah salah satunya dengan media sosial. Salah satu contoh media cetak yang mulai hilang adalah cara masyarakat mengonsumsi berita, media cetak seperti koran yang memuat banyak berita sekarang mudah didapat melalui berita online yang muncul di beranda media sosial masyarakat. Sehingga pada akhirnya alternatif para perusahaan media cetak adalah dengan mengikuti perkembangan zaman dan beralih pada media berita online pada masing-masing web yang telah dibuat. Pemanfaatan media online ini dapat berakibat positif juga negatif, tergantung penggunaan masyarakatnya. Penyebaran yang sangat mudah dari media online ini juga berakibat buruk, jika berita yang dikonsumsi masyarakat adalah berita bohong dan ditambah mengandung ujaran kebencian. Dengan penyebaran berita yang seperti ini bukan cuman orang dewasa bahkan remaja dan anak-anak yang berselancar di sosial media akan membaca berita yang ada dan berakibat dalam menghambat perkembangan pola pikir dan menurunnya moralitas generasi muda.

Perkembangan teknologi ini membawa banyak peneliti menemukan temuan baru yang dianggap canggih. Salah satu penemuan yang sekarang sedang menjadi bahan perbincangan ialah AI “Artificial Intelligence” atau kecerdasan buatan. Kecerdasan Buatan (AI) adalah bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola. Salah satu hasil pemikiran pembuatan produk AI adalah ChatGPT, yang dapat difungsikan dalam berbagai macam keperluan. Beberapa pemanfaatan seperti menerjemahkan bahasa, membuat teks rapi, membantu programmer pekerjaan dalam menyelesaikan kode masalah, menjelaskan ulang sebuah konsep dengan bentuk sederhana, membuat darf atau bahkan outline artikel dan kemampuan lain yang mampu meringankan pekerjaan penggunanya. Bagi seorang pelajar, ChatGPT adalah solusi praktis dari pusingnya mereka terhadap tugas yang harus diselesaikan sebagai seorang pelajar. Penggunaan yang praktik, dengan satu kali penyebutan pertanyaan yang di ajukan ChatGPT mampu menjawab dengan responsif yang terhitung cepat. Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa ChatGPT masih belum terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo dan terancam terblokir. Teknologi ini semakin menjadi pendukung menurunnya literasi seseorang. Mereka terbantu dengan adanya jawaban instan tanpa perlu membaca beberapa sumber untuk mengetahui jawaban yang tepat tentang tugas yang dikerjakan. Jika seseorang masih mampu memenej penggunaan ChatGPT, maka masih mampu membudayakan literasi dengan tujuan tertentu. Namun akan menjadi permasalahan kompleks jika ChatGPT menjadi candu bagi penggunanya, sehingga di setiap permasalahan ChatGPT digunakan untuk menemukan jawaban yang ingin dicari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesehatan masyarakat

Seminar pemuda anti korupsi